Analisa Kasus Penyebaran Hoax Oleh Rizieq Shihab Tahun 2020
(Oleh: Siti Rahmah Yanti, Mahasiswi Prodi Hukum UPN Bukittinggi)
DOSEN PENGAMPU:
EGIP SATRIA EKA PUTRA,S.H, M.H, CNNLP, C.GMC, C.PS, C.LQ
Kata Pengantar
Di era digital seperti sekarang, informasi dapat dengan mudah tersebar ke seluruh penjuru dunia dalam hitungan detik. Namun, kemudahan ini juga membawa dampak negatif, salah satunya adalah maraknya penyebaran hoaks atau informasi palsu yang dapat menimbulkan kebingungan, keresahan, dan kerusakan sosial. Penyebaran hoaks, terutama yang terkait dengan isu-isu besar seperti pandemi COVID-19, menjadi ancaman serius bagi stabilitas sosial dan kesehatan masyarakat. Salah satu kasus yang menjadi sorotan publik adalah kasus yang melibatkan Rizieq Shihab, seorang tokoh agama dan pendiri Front Pembela Islam (FPI), yang dituduh menyebarkan informasi palsu terkait virus corona pada tahun 2020.
Rizieq Shihab, yang saat itu berada di luar negeri, terlibat dalam polemik besar setelah beberapa pernyataan dan informasi yang ia bagikan melalui platform media sosial mengenai situasi pandemi, yang dianggap tidak akurat dan menyesatkan. Pihak yang berwenang menilai bahwa informasi yang disebarkan oleh Rizieq berpotensi menyebabkan kebingungan publik dan merusak upaya penanggulangan wabah COVID-19. Hal ini pun memicu pelaporan dan akhirnya kasus ini dibawa ke pengadilan.
Kasus penyebaran hoaks oleh Rizieq Shihab ini menjadi titik perhatian penting terkait penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang mengatur tentang larangan penyebaran informasi yang dapat merugikan masyarakat, terutama yang bersifat palsu atau menyesatkan. Artikel ini akan mengulas secara rinci latar belakang kasus, kronologi peristiwa, tuduhan yang diterima oleh Rizieq Shihab, serta putusan hukum yang dijatuhkan oleh pengadilan. Selain itu, artikel ini juga akan menganalisis dampak hukum dari penerapan UU ITE dalam kasus ini dan mempertimbangkan pro dan kontra terkait kebebasan berpendapat di dunia maya.
Melalui pembahasan ini, diharapkan pembaca dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang implikasi hukum dari penyebaran hoaks dalam dunia digital, serta pentingnya regulasi yang seimbang untuk melindungi masyarakat dari informasi yang dapat membahayakan.
Pada tahun 2020, Rizieq Shihab, seorang tokoh Islam Indonesia dan pemimpin Front Pembela Islam (FPI), terlibat dalam beberapa kontroversi yang berkaitan dengan penyebaran informasi palsu atau hoaks. Kasus penyebaran hoaks yang melibatkan Rizieq Shihab berhubungan dengan beberapa isu yang beredar pada waktu itu, termasuk terkait dengan isu-isu politik dan kesehatan masyarakat, seperti terkait dengan pandemi COVID-19.
Berikut adalah pasal-pasal yang mungkin dilanggar dalam kasus ini, beserta ancaman hukumannya:
1. Pasal 28 Ayat (2) UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik)
Pasal ini mengatur tentang larangan penyebaran informasi yang dapat menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan) atau dapat menyesatkan publik.
- Ancaman Hukuman:
- Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Pasal ini relevan dalam kasus penyebaran hoaks, terutama yang terkait dengan isu-isu yang dapat memicu perpecahan sosial, serta membahayakan kestabilan sosial dan politik.
2. Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
Pasal ini mengatur tentang penyebaran berita bohong atau hoaks yang dapat menyebabkan keonaran di masyarakat.
- Pasal 14 Ayat (1):
- Barang siapa dengan sengaja menyebarkan berita bohong yang dapat menyebabkan keonaran di masyarakat, dapat dihukum dengan pidana penjara selama-lamanya 10 tahun.
- Ancaman Hukuman:
- Pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp500.000 (lima ratus ribu rupiah).
Pasal ini digunakan dalam situasi di mana penyebaran hoaks atau informasi palsu menyebabkan kerusuhan atau gangguan ketertiban umum.
3. Pasal 156a KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
Pasal ini mengatur tentang penghinaan terhadap agama yang bisa menimbulkan permusuhan antar umat beragama.
- Ancaman Hukuman:
- Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Jika penyebaran hoaks terkait dengan isu agama dan berpotensi mengganggu hubungan antar umat beragama, pasal ini dapat diterapkan.
Kasus yang Terjadi pada Rizieq Shihab (2020)
Pada tahun 2020, Rizieq Shihab terlibat dalam penyebaran informasi yang dianggap sebagai hoaks, salah satunya terkait dengan klaim bahwa dirinya telah diperiksa oleh pihak berwenang terkait pelanggaran protokol kesehatan COVID-19 dan isu-isu lainnya yang diduga tidak benar. Selain itu, ada juga kasus penyebaran hoaks terkait dengan klaim yang tidak terbukti tentang vaksinasi COVID-19.
Kasus-kasus ini menyebabkan banyak protes di masyarakat dan memunculkan potensi konflik sosial karena informasi yang disebarkan dapat memengaruhi pandangan publik dan menciptakan ketidakpastian.
Penting untuk dicatat bahwa proses hukum yang terkait dengan penyebaran hoaks ini melibatkan penyelidikan lebih lanjut oleh aparat penegak hukum, yang akan menentukan sejauh mana informasi yang disebarkan dapat dianggap sebagai hoaks yang melanggar hukum.
Kasus penyebaran hoaks oleh Rizieq Shihab pada tahun 2020 menjadi sorotan besar. Berikut adalah kronologi kasus yang melibatkan Rizieq Shihab, termasuk cuitan-cuitan yang menjadi perbincangan, laporan, siapa yang dipanggil polisi, dan siapa yang ditahan serta hasil putusannya:
1. Awal Mula Kasus Penyebaran Hoaks
Pada tahun 2020, beberapa pernyataan atau cuitan yang terkait dengan informasi palsu mulai muncul dari Rizieq Shihab, terutama yang berkaitan dengan isu politik dan kesehatan. Salah satu yang paling terkenal adalah cuitannya di media sosial yang mengklaim bahwa pihak berwenang berusaha menghalanginya, serta menyebarkan informasi yang kemudian terbukti tidak benar, seperti klaim mengenai vaksin COVID-19 dan masalah pemeriksaan kesehatan dirinya.
2. Cuitan-cuitan yang Memicu Masalah
Rizieq Shihab dikenal sering mengeluarkan pernyataan melalui media sosial dan dalam ceramah yang bisa memicu kontroversi. Pada tahun 2020, di tengah pandemi COVID-19, Rizieq mencuitkan beberapa hal yang dianggap sebagai informasi yang tidak benar atau hoaks, yang dapat menyebabkan kebingunguan di masyarakat. Beberapa di antaranya adalah:
- Cuitan yang menyebutkan dirinya telah diperiksa oleh pihak berwenang terkait vaksin COVID-19, namun hal ini terbukti tidak benar.
- Klaim mengenai adanya “konspirasi” terhadapnya terkait isu-isu politik dan hukum.
Cuitan-cuitan ini kemudian menjadi perhatian publik dan memicu keresahan karena dianggap menyesatkan.
3. Pelaporan dan Penyidikan
Tindakan Rizieq Shihab ini dilaporkan oleh beberapa pihak yang merasa dirugikan atau terganggu oleh pernyataan-pernyataannya. Salah satu yang melaporkan adalah Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang bergerak di bidang memerangi hoaks dan disinformasi. Mereka merasa bahwa pernyataan Rizieq dapat mempengaruhi opini publik dan menyebarkan kebencian serta kebingunguan di masyarakat.
Setelah laporan masuk, polisi mulai melakukan penyelidikan. Pada November 2020, pihak kepolisian mengidentifikasi bahwa pernyataan yang disebar oleh Rizieq memang mengandung unsur hoaks yang dapat merugikan masyarakat.
4. Pemanggilan dan Pemeriksaan Polisi
Pihak kepolisian memanggil Rizieq Shihab untuk dimintai keterangan terkait cuitan dan ceramahnya yang diduga mengandung hoaks. Pada awalnya, Rizieq tidak hadir dalam pemanggilan polisi, mengingat saat itu dia baru kembali ke Indonesia setelah menjalani masa tinggal di luar negeri. Kepulangannya ke Indonesia pada November 2020 juga menjadi sorotan besar.
Setelah beberapa kali pemanggilan, Rizieq akhirnya memenuhi panggilan polisi untuk diperiksa. Namun, di tengah penyelidikan, beberapa pihak menilai bahwa ada upaya dari pihak tertentu untuk menggulingkan reputasinya melalui laporan-laporan tersebut.
5. Penahanan
Pada Desember 2020, setelah serangkaian pemeriksaan, Rizieq Shihab akhirnya ditangkap oleh pihak kepolisian terkait dengan kasus penyebaran hoaks dan pelanggaran protokol kesehatan yang lebih luas. Penyebaran hoaks dianggap sebagai bagian dari tindakannya yang menyesatkan masyarakat mengenai pandemi COVID-19 dan vaksinasi.
Penangkapan ini disertai dengan sejumlah dakwaan lainnya, termasuk kasus kerumunan massa yang terjadi pada saat acara pernikahan putrinya, yang juga melanggar protokol kesehatan.
6. Proses Pengadilan dan Putusan
Pada Januari 2021, proses pengadilan terhadap Rizieq Shihab dimulai. Salah satu perkara yang dibahas adalah penyebaran berita bohong terkait isu-isu penting. Rizieq Shihab didakwa dengan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE tentang penyebaran informasi yang dapat menimbulkan kebencian dan menyesatkan publik, serta Pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang penyebaran berita bohong yang menyebabkan keonaran.
Pada Juni 2021, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur mengeluarkan putusan terhadap kasus penyebaran hoaks yang melibatkan Rizieq Shihab. Rizieq Shihab dijatuhi hukuman penjara 8 bulan atas tuduhan menyebarkan berita bohong yang berkaitan dengan klaim-klaim palsu, termasuk yang berkaitan dengan pandemi COVID-19 dan vaksinasi.
7. Kesimpulan
Kasus Rizieq Shihab mengenai penyebaran hoaks berawal dari cuitan-cuitan dan pernyataan-pernyataan yang dianggap menyesatkan oleh sebagian masyarakat, terutama dalam konteks isu-isu sensitif seperti COVID-19 dan vaksin. Setelah penyelidikan dan pemanggilan, Rizieq Shihab ditahan dan dihukum dengan penjara selama 8 bulan. Proses hukum ini menjadi simbol ketegasan negara dalam menanggapi penyebaran informasi yang dapat merugikan masyarakat dan stabilitas sosial.