(Oleh: Rista Endraswari, Mahasiswa Sastra Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta)
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus menjadi isu utama di Indonesia dalam bidang perekonomian. Pada awal April 2025, nilai tukar rupiah telah menyentuh angka Rp 17.000 per dolar AS, kondisi ini menjadi tantangan besar bagi perekonomian nasional. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada sektor keuangan, tetapi juga memengaruhi daya beli masyarakat, biaya hidup, dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada tahun 2025 ini disebabkan oleh faktor eksternal dan internal yang saling mempengaruhi.
Kebijakan moneter Amerika Serikat terhadap kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) membuat dolar AS semakin kuat. Kebijakan ini membuat investor global cenderung menarik dana dari pasar negara berkembang termasuk Indonesia, untuk mencari keuntungan yang lebih tinggi di aset bernilai dolar. Kebijakan tarif impor oleh Presiden AS menambah tekanan pada mata uang negara berkembang. Ketegangan ini menciptakan ketidakpastian ekonomi global yang memperburuk pelemahan rupiah. Hal-hal tersebut menunjukan faktor eksternal melemahnya rupiah.
Dari sisi internal, tingginya kebutuhan valuta asing untuk pembayaran utang luar negeri korporasi dan repatriasi dividen menjelang libur lebaran menjadi salah satu penyebab meningkatnya tekanan terhadap rupiah. Ketergantungan pada impor bahan baku dan energi menyebabkan defisit neraca perdagangan yang terus membesar, sementara cadangan devisa Indonesia belum mampu sepenuhnya menopang stabilitas nilai tukar. Pajak yang anjlok, inflasi yang tinggi, dan ketidakstabilan politik turut melemahkan kepercayaan para investor terhadap rupiah.
Melemahnya rupiah berdampak besar bagi negara berkembang diberbagai sektor seperti, kenaikan harga barang impor termasuk bahan baku industri, barang elektronik, dan kebutuhan pokok seperti bahan bakar minyak (BBM) dan kedelai. Hal ini dapat memicu inflasi yang cukup besar dan membebani masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah. Dengan sebagian besar utang pemerintah dan perusahaan dalam dolar AS, pelemahan rupiah otomatis meningkatkan beban pembayaran utang. Situasi ini mempersulit pemerintah untuk mendanai program-program pembangunan.
Untuk mengatasi lemahnya rupiah diperlukan langkah strategis yang melibatkan semua pemangku kepentingan. Solusi yang dapat dipertimbangkan adalah pemerintah perlu mempercepat industrialisasi untuk mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku dan energi. Bank Indonesia harus terus melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing untuk meredam ketidakstabilan nilai tukar. Langkah tersebut dapat memberikan dampak positif kepada pelaku pasar tentang komitmen menjaga stabilitas ekonomi nasional. Pemerintah perlu mengelola utang luar negeri dengan lebih hati-hati, termasuk memprioritaskan pembiayaan dalam mata uang lokal untuk mengurangi risiko nilai tukar di masa depan.