(Oleh: Yuri Zulfianti, Mahasiswi Prodi Hukum UPN Bukittinggi)
Program makan gratis bergizi yang sering digembar-gemborkan sebagai upaya untuk mengatasi masalah gizi buruk atau kelaparan di kalangan masyarakat, memang memiliki niat yang baik, namun dalam jangka panjang, solusi ini tidak cukup efektif dan malah bisa menciptakan ketergantungan serta menangguhkan perbaikan yang lebih mendasar.
Salah satu masalah utama dari program makan gratis bergizi adalah menciptakan ketergantungan pada bantuan sosial. Ketika masyarakat terbiasa mendapatkan makanan gratis, mereka mungkin tidak merasa perlu lagi untuk meningkatkan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka. Program ini bisa menghambat upaya untuk memberdayakan individu dan keluarga agar dapat menciptakan solusi jangka panjang yang berkelanjutan, seperti menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan keterampilan, atau meningkatkan daya beli mereka sendiri.
Meskipun menyediakan makanan bergizi adalah langkah positif untuk mengurangi gizi buruk dalam jangka pendek, program seperti ini tidak menyelesaikan masalah struktural yang lebih mendalam, seperti kemiskinan, ketimpangan ekonomi, atau kurangnya akses ke pendidikan dan layanan kesehatan yang memadai. Gizi buruk bukan hanya masalah makanan, tetapi juga masalah akses dan distribusi sumber daya yang lebih luas. Tanpa ada perbaikan dalam sektor ekonomi dan pendidikan, makan gratis bergizi hanyalah solusi sementara yang tidak mengatasi akar masalah.
Makanan gratis yang disalurkan dalam jumlah besar sering kali rentan terhadap penyalahgunaan. Di beberapa daerah, distribusi makanan gratis bisa terpengaruh oleh faktor politik atau kepentingan pribadi. Penyalahgunaan ini bisa menciptakan inefisiensi dalam program, di mana bantuan tidak sampai kepada mereka yang benar-benar membutuhkan, atau malah disalahgunakan untuk tujuan yang tidak sesuai. Selain itu, kualitas makanan yang disalurkan juga bisa dipertanyakan, apakah benar-benar bergizi atau sekadar memenuhi kuota tanpa memperhatikan kualitas.
Menyediakan makanan bergizi gratis dalam skala besar membutuhkan dana yang sangat besar. Anggaran yang dialokasikan untuk program ini bisa sangat membebani keuangan negara atau daerah. Jika dana yang dikeluarkan tidak efisien dan programnya tidak berkelanjutan, maka beban anggaran yang terus meningkat bisa mengalihkan dana dari sektor-sektor penting lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Ini bisa menciptakan ketidakseimbangan dalam pengelolaan anggaran negara atau daerah yang pada akhirnya merugikan masyarakat.
Bantuan makan gratis bergizi sering kali dianggap sebagai solusi mudah bagi keluarga yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, ini bisa mengurangi motivasi mereka untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan yang bisa memberikan mereka kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di masa depan. Selain itu, fokus pada bantuan makanan bisa mengalihkan perhatian dari pentingnya pendidikan gizi yang tepat, yang pada akhirnya dapat membantu masyarakat lebih memahami cara-cara untuk memperoleh makanan sehat secara mandiri.
Meskipun makanan yang diberikan dalam program makanan gratis mungkin bergizi, ketergantungan pada jenis makanan tertentu yang disalurkan bisa berisiko. Misalnya, makanan dalam bentuk paket tertentu sering kali tidak memperhatikan keberagaman yang diperlukan tubuh dalam jangka panjang. Hal ini bisa berakibat pada gangguan pola makan, di mana individu tidak terbiasa dengan variasi makanan yang sehat, yang pada akhirnya dapat menurunkan kesehatan mereka dalam jangka panjang.
Namun, selain masalah keberagaman makanan, program makanan gratis ini sering kali tidak tepat sasaran. Salah satu masalah utama adalah bahwa bantuan ini tidak selalu diberikan kepada masyarakat yang paling membutuhkan, seperti keluarga miskin atau individu dengan disabilitas yang memiliki keterbatasan dalam memperoleh akses pangan. Sebaliknya, bantuan ini kadang diberikan kepada mereka yang sudah lebih mampu secara ekonomi, yang tentunya tidak memerlukan dukungan tersebut.
Penting untuk dipertimbangkan bahwa masyarakat kurang mampu dan penyandang disabilitas sering kali menghadapi hambatan yang lebih besar dalam memperoleh makanan sehat dan bergizi. Mereka mungkin tinggal di daerah yang kurang memiliki akses ke pasar atau pusat distribusi pangan, atau mungkin memiliki keterbatasan fisik yang membuat mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka. Oleh karena itu, program makanan gratis seharusnya lebih difokuskan kepada kelompok-kelompok ini, agar bantuan tersebut benar-benar memberikan dampak yang positif bagi mereka yang paling membutuhkan.
Lebih jauh lagi, meskipun program makanan gratis bergizi bisa menjadi solusi sementara yang baik untuk mengatasi masalah kelaparan dan gizi buruk, solusi ini tidak menyentuh akar masalah yang lebih mendalam dan tidak berkelanjutan. Alih-alih terus memberikan bantuan jangka pendek, lebih baik pemerintah dan masyarakat fokus pada solusi yang lebih permanen, seperti pemberdayaan ekonomi, peningkatan pendidikan, dan akses yang lebih baik terhadap makanan sehat dan bergizi. Dengan demikian, masyarakat bisa keluar dari siklus kemiskinan dan gizi buruk secara mandiri tanpa bergantung pada bantuan yang tidak menjamin perubahan jangka panjang.
Pemerintah harus segera melakukan evaluasi terhadap program ini dan memastikan bahwa distribusinya tepat sasaran, dengan memberikan prioritas kepada masyarakat miskin dan penyandang disabilitas. Dengan cara ini, program makanan gratis tidak hanya sebatas harapan semu bagi masyarakat dan terlebih sekedar menjadi bantuan sementara yang tidak efektif, tetapi benar-benar menjadi alat untuk mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kualitas hidup mereka yang paling rentan dalam masyarakat.