(Oleh: Abuya tin rois, Mahasiswa Prodi Hukum UPN Bukittinggi)
Program Makan Gratis Bergizi (MGB) yang dicanangkan dalam pemerintahan Prabowo Subianto menjadi salah satu kebijakan ambisius yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya bagi pelajar dan kelompok masyarakat kurang mampu. Program ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mengatasi masalah gizi buruk dan stunting yang masih menjadi persoalan nasional.
Namun, dalam implementasinya, berbagai tantangan muncul, mulai dari kesiapan anggaran negara, efektivitas distribusi, hingga pengawasan agar program ini tidak menjadi ladang korupsi. Oleh karena itu, penting untuk meninjau kebijakan ini dari berbagai aspek, termasuk kesesuaian dengan prinsip good governance, efektivitas implementasi, serta dampaknya terhadap sektor ekonomi dan sosial.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu inisiatif utama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang bertujuan untuk mengatasi masalah malnutrisi dan stunting di Indonesia. Program ini menargetkan hampir 90 juta anak-anak dan ibu hamil sebagai penerima manfaat, dengan anggaran tahunan mencapai 28 miliar.
Untuk mendukung implementasi MBG, pemerintah membentuk Badan Gizi Nasional pada Agustus 2024. Badan ini bertugas memastikan ketersediaan dan distribusi makanan bergizi bagi kelompok rentan, termasuk siswa, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Pada tahun 2025, anggaran sebesar Rp71 triliun telah dialokasikan untuk program ini, dengan target awal menjangkau 19,5 juta anak sekolah dan ibu hamil.
Presiden Prabowo menegaskan bahwa dana untuk program ini telah tersedia dan pemerintah berkomitmen penuh untuk memastikan seluruh anak Indonesia mendapatkan akses makanan bergizi gratis pada akhir tahun 2025.
Namun, beberapa pihak mengkhawatirkan potensi beban fiskal yang ditimbulkan oleh program ini, mengingat anggaran yang sangat besar dan kemungkinan peningkatan utang nasional.
Selain itu, implementasi MBG juga menghadapi tantangan logistik dan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Distribusi makanan bergizi ke seluruh pelosok negeri memerlukan infrastruktur yang memadai dan pengawasan ketat untuk memastikan kualitas serta ketepatan sasaran. Meskipun demikian, program ini diharapkan dapat membawa dampak positif jangka panjang bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurut hemat penulis kepada pemerintah bahwa Agar Program Makan Bergizi Gratis benar-benar memberikan manfaat jangka panjang, pemerintah harus fokus pada peningkatan pengawasan, efisiensi anggaran, pemberdayaan ekonomi lokal, distribusi yang lebih baik, serta pelibatan berbagai pihak. Dengan perencanaan dan implementasi yang matang, program ini bisa menjadi solusi nyata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Program makan bergizi gratis yang direncanakan di era pemerintahan Prabowo memang menjadi langkah positif dalam meningkatkan gizi anak-anak sekolah. Namun, cakupan program ini idealnya tidak hanya terbatas pada anak sekolah, tetapi juga menjangkau semua anak dari keluarga kurang mampu.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan anak-anak Indonesia. Dengan memastikan akses makanan bergizi bagi anak sekolah dan kelompok rentan, program ini dapat berkontribusi pada peningkatan daya saing sumber daya manusia di masa depan. Namun, terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan agar implementasi program ini berjalan efektif dan berkelanjutan.
Pertama, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama dalam pengelolaan anggaran. Dengan alokasi dana yang sangat besar, risiko penyalahgunaan harus diminimalisir melalui sistem pengawasan yang ketat, termasuk audit berkala oleh lembaga independen. Selain itu, digitalisasi dalam sistem distribusi dan pelaporan dapat membantu meningkatkan efisiensi serta mencegah praktik korupsi.
Kedua, integrasi program dengan sektor pertanian dan UMKM lokal dapat menciptakan efek domino yang positif bagi perekonomian. Dengan memberdayakan petani, peternak, dan produsen pangan lokal sebagai penyedia bahan baku, program ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan petani tetapi juga memperkuat ketahanan pangan nasional.
Ketiga, evaluasi berkala harus dilakukan untuk menyesuaikan kebijakan dengan kebutuhan di lapangan. Program ini harus dirancang fleksibel agar dapat beradaptasi dengan tantangan baru dan terus memberikan manfaat optimal bagi masyarakat. Jika semua faktor ini diperhatikan, MBG bisa menjadi kebijakan revolusioner yang membawa dampak nyata bagi kesejahteraan bangsa.
Keempat, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat diperlukan untuk memastikan keberlanjutan program ini. Pemerintah dapat menggandeng perusahaan makanan dan institusi sosial dalam penyediaan dan distribusi makanan bergizi. Kemitraan dengan sektor pendidikan juga bisa menjadi strategi efektif agar program ini berjalan lebih terstruktur dan tepat sasaran.
Kelima, aspek edukasi gizi harus menjadi bagian dari implementasi program. Anak-anak dan keluarga penerima manfaat perlu diberikan pemahaman mengenai pentingnya pola makan sehat dan seimbang. Dengan demikian, manfaat program ini tidak hanya terbatas pada pemberian makanan bergizi, tetapi juga membentuk kebiasaan hidup sehat dalam jangka panjang.
Terakhir, program ini harus memperhitungkan faktor keberlanjutan lingkungan. Penggunaan bahan baku lokal yang ramah lingkungan, pengelolaan limbah makanan, serta efisiensi rantai pasok harus menjadi perhatian agar program tidak hanya berdampak positif bagi kesehatan dan ekonomi, tetapi juga bagi kelestarian lingkungan.
Dengan perencanaan yang matang dan pendekatan yang komprehensif, MBG dapat menjadi langkah besar dalam membangun generasi Indonesia yang lebih sehat, cerdas, dan produktif di masa depan.