loader image

Presidential Threshold Dihapus, Ancaman Serius Untuk Parpol Besar?

(Oleh: Avivah, Mahasiswa Prodi Ilmu Hukum UPN Bukittinggi)

Presidential Threshold, diartikan sebagai pengaturan ambang batas dukungan dari DPR, baik dalam jumlah perolehan suara, atau jumlah kursi yang harus didapatkan oleh partai politik yang ingin mencalonkan peserta pemilu dalam pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik tersebut atau dengan gabungan dari partai politik.

Presidential Threshold ini juga terdapat dalam UUD NRI 1945 Pasal 6A ayat (2) bahwa “pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu”. Artinya bahwa presidential threshold merupakan syarat bagi seseorang yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden.

Sebelumnya PT ini sendiri tercantum dalam Bab IV Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu hasil. Bahwa isi dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa partai politik mengajukan calon presiden dan wakil presiden jika memperoleh paling sedikit 20 persen kursi di DPR atau memperoleh 25 persen kursi dari DPR secara nasional.

Baru-baru ini Mahkamah Konstitusi menghapus presidential threshold atau ambang batas minimal pencalonan presiden yang tertuang dalam pasal yang telah disebutkan di atas. Hal ini cukup mengejutkan banyak pihak. Sebab, sebelumnya gugatann presidential threshold telah kandas lebih dari 30 kali di tangan MK. Penghapusan tersebut mengeluarkan putusan MK No. 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan oleh hakim di ruang sidang MK.

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan ketentuan pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sebab presidential threshold merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy), maksudnya ialah kebijakan yang dibuat dengan cara melibatkan masyarakat dan bersifat transparan. MK beralasan, presidential threshold melanggar hak politik, kedaulatan rakyat, serta prinsip moralitas, rasionalitas, dan keadilan.

Sebelumnya aturan presidential threshold tersebut memicu adanya “ongkos politik” dan mendorong kekuasaan politik yang dikendalikan oleh golongan elit sehingga adanya kepentingan pihak lain yang mendorong terjadinya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Dampak lain dari adanya presidential threshold tersebut ialah membatasi hak kebebasan bagi warga negara untuk mencalonkan dirinya. Hak disini merupakan hak konstitusional yang meliputi hak memilih, hak mencalonkan diri, dan hak mengajukan calon

yang sesuai dengan isi dari UUD NRI 1945. Logikanya diberlakukannya presidential threshold

berarti sudah melanggar isi dari UUD NRI 1945 yang telah disebutkan.

Keputusan MK menghapus ambang batas tampaknya membawa perubahan besar. Menurut hemat penulis, dilihat dari segi fungsinya penghapusan presidential threshold mempunyai beberapa manfaat diantaranya, Pertama, secara teori, partai kecil kini dapat mencalonkan kandidatnya tanpa harus bergabung dengan partai besar, walaupun memakan anggaran yang lebih besar, tetapi kita belum tahu bagaimana implementasinya.

Kedua, penghapusan presidential threshold ini membuka peluang bagi putra putri terbaik bangsa yang hendak maju di pilpres, sehingga dapat memperluas peluang munculnya pemimpin yang terbaik. Ketiga, penghapusan presidential threshold membuka peluang untuk mengurangi dominasi partai besar yang selama ini mengontrol koalisi dan pencalonan presiden serta wakil presiden. Nampaknya ini akan menjadi ancaman serius bagi partai politik besar yyang dianggap selama ini berada di atas angin atau zona nyaman ketika adanya PT 20%.

Maka dengan adanya penghapusan PT ini tentu kini akan jadi momok tersendiri bagi parpol-parpol besar. Apalagi pratik di Indonesia partai-partai politik menjalin koalisi tidak berlandaskan pada ideologi yang memiliki visi misi jangka panjang melainkan lebih pada kepentingan jangka pendek yang terlibat pada kursi menteri, birokrasi dan jabatan publik.

Manfaat keempat dari penghapusan PT ini adalah dapat meminimalisir angka golongan putih (golput), mengapa demikian? Dengan makin banyaknya calon yang akan dipilih dengan sendirinya akan meningkatkan jumlah pemilih. Salah satu faktor tingginya golput selama ini dikarenakan terbatasnya calon presiden yang ditawarkan dalam pemilu.

Terakhir, penghapusan presidential threshold membuat partai politik tidak lagi harus berkoalisi untuk mengusulkan calon presiden, politik yang mengarah ke transaksi dan proporsi jabatan akan dapat dihindari, tetapi hal ini juga hanya secara teori, pengimplementasian nya bisa sangat berbeda, sehingga ada atau tidaknya penghapusan presidential threshld ini tetap dapat membuka peluang partai untuk melakukan transaksional dalam berkoalisi.

Walau demikian, penghapusan presidential threshold pasti mempunyai titik lemah, diantaranya yaitu: pemborosan anggaran negara yang membengkak, semakin banyak calon presiden tentunya pasti semakin banyak anggaran yang diperlukan. KPU juga akan secara besar menyedot anggaran negara, seiring proses tahapan pemilu pasti semakin panjang dalam memeriksa secara rinci data pencalonan tiap-tiap calon presiden.

Maka dengan telah dihapusnya PT ini maka berdampak serius bagi Parpol-parpol yang duduk di Senayan. PT dihapus mengharuskan semua Partai Politik untuk mulai banyak berbenah. Terutama dalam internal sendiri dengan menyiapkan sistem pengkaderan yang bagus dan berupaya mencetak kader-kader yang tangguh dan siap tempur nanti di Pemilu 2029.

Partai politik harus fokus pada kaderisasi yang berkualitas sehingga dapat menghasilkan calon pemimpin yang mumpuni dan berkualitas untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden yang memenuhi harapan seluruh rakkyat Indonesia.

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *