(Oleh: Berliana Putri, Mahasiswa Prodi Hukum UPN Bukittinggi)
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah salah satu langkah strategis sekaligus andalan dalam pemerintahan Bapak Prabowo subianto untuk membangun sumber daya manusia (SDM) unggul sebagai fondasi Indonesia Emas 2045. Program MBG diluncurkan pada tanggal 6 Januari 2025 setelah melewati rangkaian pembahasan dan perdebatan yang panjang.
Dalam APBN 2025, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp71 triliun untuk mendanai program MBG dengan target 19,47 penerima manfaat, jumlah ini akan meningkat menjadi Rp171 trilliun pada akhir tahun 2025. Program MBG menyasar peserta didik mulai dari jenjang PAUD hingga SMA/sederajat, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Prioritas utama diberikan kepada sekolah-sekolah yang siswanya berasal dari keluarga menengah ke bawah atau daerah yang memiliki tingkat kerawanan pangan tinggi.
T ujuan utama dari Program MBG adalah untuk mengurangi angka malnutrisi dan stunting yang masih menjadi permasalahan serius di Indonesia, khususnya pada kelompok rentan. Kelompok tersebut meliputi balita, anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui. Program ini diharapkan dapat mencukupi kebutuhan gizi harian masyarakat dengan baik sesuai dengan standar Angka Kecukupan Gizi (AKG),terutama di kalangan anak-anak dan ibu.
Selain itu, menyediakan makanan sehat di sekolah diharapkan dapat mendukung konsentrasi dan meningkatkan prestasi dalam kegiatan belajar siswa, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Program MBG ini juga penting untuk mengerakkan ekonomi lokal dengan melibatkan UMKM, petani, dan nelayan dalam rantai pasokannya. Dengan melibatkan pelaku usaha lokal, program ini dapat memberikan dampak positif yang lebih luas terhadap kesejahteraan masyarakat.
Namun dalam pelaksanaan Program MBG diwarnai serangkain permasalahan lapangan. Sejak digulirkan serentak di 26 provinsi pada tanggal 6 januari, banyak persolaan dan kritikan yang kerap muncul ditengah publik pada program MBG ini.
Menurut analisa penulis, jika Program MBG ini terealisasi dengan baik tentunya akan berdampak positif bagi kesejahteraan masyararakat, karna Program MBG ini tidak hanya
fokus pada peningkatan status gizi masyarakat, tetapi juga pada pemberdayaan ekonomi lokal, peningkatan kualitas pendidikan, pelaku usaha, maupun masyarakat. Namun realitanya dilapangan masih ada kekurangan di sana-sini , seperti distribusi logistic yang terhambat hingga kualitas makanan yang belum pas. Program MBG diharapkan dapat memberikan kontribusi besar terhadap terwujudnya masyarakat Indonesia yang sehat, cerdas, dan sejahtera.
Penulis menilai, persoalan-persoalan dan kritikan yang kerap muncul ditengah publik ini disebabkan karena lemahnya tata kelola dan belum jelasnya regulasi mengenai Program MBG ini. Berdasarkan telaah CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Diah Satyani Saminarsih, dalam peluncuran Seri Kedua Kajian Makan Bergizi Gratis, satu- satunya regulasi yang tersedia untuk program MBG adalah Surat Keputusan Deputi Bidang Penyaluran Badan Gizi Nasional (BGN) Nomor 2 Tahun 2024 perihal petunjuk teknis (juknis) operasional MBG.
Menurut Diah penggunaan surat keputusan kedeputian lembaga tentu tidak memiliki kekuatan mengikat dan lebih bersifat operasional. Padahal, program MBG semestinya diatur dengan regulasi setingkat peraturan presiden untuk mengatur aspek tata kelola dan kerja-kerja lintas kementrian/lembaga serta hubungan pusat-daerah.
Dilansir dari cisdi.org, pada kamis, 6 Februari 2025, dilihat dari aspek pengelolaan pemenuhan gizi, analisis CISDI terhadap 29 sampel menu makanan di beberapa lokasi menunjukkan hanya 17% diantaranya yang memenuhi target 30-35 persen Angka Kecukupan Gizi (AKG) energi harian. Data tersebut dihitung berdasarkan perhitungan jumlah energi dengan estimasi menu yang disajikan adalah per dua satuan penukar sumber karbohidrat. Jika konsumsi menu rendah kalori terjadi secara terus-menerus, penurunan performa akademik dapat terjadi karena kurangnya energi untuk beraktifitas.
Di sisi lain, dari 29 menu makanan yang dianalisis CISDI, 45% diantaranya masih menambahkan pangan ultra-proses berupa produk susu kemasan berperisa tinggi gula. Ketersediaan produk pangan ultra-proses yang mengandung kadar gula, lemak, dan garam berlebih merupakan salah satu penyebab utama dari tren obesitas, hipertensi, dan penyakit tidak menular lainnya.
Dilansir dari tempo.com, pada Senin, tanggal 10 Februari 2025, MBG telah menjangkau 246 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh Indonesia, mencakup 733 ribu penerima manfaat. Jumlah ini masih jauh dari target BGN. Pada periode pertama yaitu Januari-April 2025 ditargetkan ada 3 juta penerima manfaat, lalu pada tahapan selanjutnya jumlah tersebut bertambah menjadi 6 juta peneima manfaat. Kesulitan terhadap pemenuhan target tersebut juga merupakan salah satu dampak dari lemahnya tata kelola Program MBG.
Pengelolaan SPPG dengan karakteristik daerah dan masyarakat yang beragam juga menjadi kesulitan tersendiri dalam operasional. Satu SPPG memiliki kapasitas pelayanan harian optimal sebanyak 3000 porsi MBG dengan jangkauan maksimal sekolah penerima manfaat MBG sekitar 5-6 KM dari SPPG. Sehingga memerlukan waktu untuk melakukan penyesuaian, rata-rata SPPG membutuhkan waktu adaptasi sekitar 3 bulan untuk dapat melayani secara optimal.
Dari uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa Program MBG memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas SDM dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Namun, masih banyak tantangan yang harus dihadapi dalam Program MBG ini. Keberhasilan program ini sangat bergantung pada tata kelola yang baik, regulasi yang jelas, dan implementasi yang efektif.
Pemerintah perlu segera mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi Program MBG, seperti lemahnya tata kelola, kualitas menu, dan distribusi logistik. Dengan melakukan upaya mitigasi dan penataan serta pengelolaan yang komprehensif dan terukur, Program MBG dapat menjadi program yang sukses dan memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat Indonesia. Sebab kalau itu tidak dilakukan oleh pemerintah, maka bersiap-siaplah cita-cita mulia dan tujuan-tujuan baik dari program MBG yang dipaparkan diatas hanya akan menjadi angan-angan belaka.!