(Oleh: M. Farhan Hardiansah, Mahasiswa Prodi Hukum UPN Bukittinggi)
Program Makan Gratis Bergizi (MGB) adalah salah satu langkah strategis dalam mewujudkan visi Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto untuk Indonesia Emas 2045. Program ini diluncurkan untuk mendukung salah satu dari delapan misi Asta Cita, yaitu memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM). Dalam pelaksanaannya, MGB bertujuan untuk mengatasi masalah gizi buruk dan stunting di Indonesia, sekaligus mendukung tumbuh kembang anak-anak, kesehatan ibu hamil dan ibu menyusui, serta meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air.
Gagasan Presiden Prabowo tentang program makan gratis bergizi (MGB) khususnya ke anak-anak usia sekolah yang saat ini terus menjadi pemberitaan pasca diimplementasikannya program tersebut patut kita apresiasi, mengapa? Harus kita akui kebutuhan makan bergizi sangat diperlukan untuk anak-anak didik kita karena tidak mungkin mereka berpikir kalau perutnya lapar dan kebutuhan nutrisinya tidak terpenuhi. Melalui program makan gratis idealnya kita harapkan anak-anak kita di sekolah bisa cerdas akalnya karena asupan nutrisi ke otaknya baik, namun harus diakui dari berbagai pemberitaan sepertinya kita perlu banyak mengevaluasi program yang sedang di ujicoba kan ini.
Implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) dihadapkan pada berbagai tantangan. Terutama terkait efektivitas program, keberlanjutan, transparansi pengelolaan anggaran, hingga model penyaluran MBG. Dalam laporan terbaru Center of Economic and Law Studies (Celios) menunjukkan bahwa 46 persen masyarakat Indonesia menyoroti risiko inefisiensi penyaluran, sementara 4 dari 10 responden mengkhawatirkan potensi korupsi dalam pelaksanaannya. Studi itu memperkirakan potensi kerugian hingga Rp 8,5 triliun pada 2025 jika MBG tetap berjalan dengan skema sentralistik yang diusulkan saat ini.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menyatakan, progran MBG memberikan multiplier effect ke sektor turunannya. Jika diimplementasikan dengan tepat, berpotensi meningkatkan produk domestik bruto (PDB) sebesar 1,94 persen. Dengan peningkatan multiplier output sebesar Rp 824,7 triliun serta nilai tambah nasional Rp 379,6 triliun. Tentu saja yang pertama adalah penyediaan makanan dan minuman. Yang kedua adalah industri makanan dan minuman. Bahkan sampai kepada transportasi dan juga distribusi,” ungkap Andry. Berdasarkan
hitungannya, sektor penyediaan makan minum dapat tumbuh 54,6 persen. Diikuti sektor industri makanan dan minuman sekitar 16,9 persen. Ada pula perdagangan besar dan eceran (bukan mobil dan sepeda motor) berkisar 5,2 persen dan perikanan sebesar 3,3 persen.
Sektor pertanian tanaman pangan diperkirakan tumbuh 3,1 persen. Untuk sektor perkebunan semusim tahunan, dan peternakan juga bakal tumbuh masing-masing 2,6 persen dan 2,5 persen. MBG juga turut menyerap tenaga kerja nasional sebanyak 7,8 juta orang. Ada peluang ke depan dengan adanya program pemerintah Makan Bergizi Gratis, tentu saja akan ada dampak kepada sektor turunannya,” bebernya. Menurut Andry, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 8 persen. Terutama yang dapat mendorong industri padat karya. Sehingga mampu menggairahkan konsumsi masyarakat kelas menengah.
Menurut hemat penulis bahwa kebijakan presiden Prabowo terhadap MGB tersebut banyak dampak untuk kedepannya; Pertama, seperti yang kita ketahui anggaran yang diperlukan untuk MGB tersebut berasal dari kantong presiden Prabowo dimana yang dapat kita takutkan bahwa tidak ada yang bisa menjamin penerapan MGB kedepannya dapat berjalan seterusnya.
Kedua, ketergantungan pada bantuan pemerintah salah satu risiko terbesar adalah potensi menciptakan ketergantungan. Penerima manfaat mungkin menjadi terlalu bergantung pada makanan gratis, sehingga mengurangi motivasi untuk meningkatkan taraf hidup secara mandiri. Ketiga, Ancaman bagi UMKM di Sektor Makanan, Para pedagang kecil, terutama yang biasa berjualan di sekolah, kemungkinan akan mengalami penurunan pendapatan. Dengan adanya makanan gratis dari pemerintah, pelanggan mereka berkurang drastis. Banyak UMKM di sektor makanan yang harus mencari cara lain untuk bertahan hidup, yang tidak selalu mudah dilakukan.
Saran dari Penulis untuk pemerintah saat ini, sangat diharapkan untuk penerapan MGB tersebut dapat dialokasikan secara menyeluruh kepada semua anak-anak Indonesia tanpa terkecuali, seperti anak-anak disabilitas, anak jalanan, anak-anak di daerah terpencil, tertutup, terluar dari masyarakat luas. Dalam penerapan MGB perlu adanya pengawasan makanan yang bekualitas sehingga pada saat MGB masuk ke daerah terpencil yg infrastrukturnya minim untuk dilalui, makanan dapat bertahap lebih lama dan tidak dalam keadaan basi atau rusak.