Empati, Bahasa, dan Cerita: Pelita Aksara Hadir di Tengah Kekhawatiran Warga Trimulyo

Jalan Pikiran.com, Semarang– Program Pelita Aksara Pelangi Anak resmi berjalan di Kelurahan Trimulyo, Kecamatan Genuk, Kota Semarang (24 Juli 2025). Program yang digagas oleh tim PKM-PM Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta ini bertujuan memperkuat pendidikan karakter anak melalui media literasi dan sastra, serta melibatkan peran aktif orang tua dalam pembinaan moral anak. Program ini lahir dari keprihatinan atas maraknya perilaku kurang terarah di kalangan anak, seperti penggunaan bahasa kasar, minimnya kontrol emosi, serta pengaruh lingkungan negatif yang mulai terlihat sejak usia sekolah dasar. Melalui pendekatan sastra – membaca cerita, mendengarkan dongeng, menulis, dan bercerita – program ini hadir sebagai upaya membentuk karakter anak secara menyeluruh dengan melibatkan masyarakat serta mitra seperti Karang Taruna dan orang tua.

Rangkaian kegiatan diawali dengan Pelita Harapan pada pertengahan Juli 2025, yang difokuskan pada koordinasi intensif baik secara online maupun offline bersama pihak Kelurahan dan Karang Taruna Trimulyo. Pertemuan ini menjadi fondasi utama untuk menjelaskan tujuan program, membangun kerja sama, serta menjamin kesiapan teknis pelaksanaan. Masyarakat menyambut baik inisiatif ini karena menyentuh esensi pembinaan moral anak yang selama ini tidak sepenuhnya terjangkau oleh pendidikan formal.

Memasuki awal hingga pertengahan Agustus, program berlanjut ke tahap Pelita Cendekia. Pada masa ini, tim mengadakan sosialisasi kepada orang tua dan anak melalui sesi pengenalan yang interaktif. Tim menjelaskan bahwa literasi bukan sekadar kemampuan membaca, tetapi sarana untuk memahami nilai kehidupan. Orang tua pun diberi ruang untuk menyampaikan harapan mereka, banyak di antaranya berharap agar anak-anak dapat tumbuh sopan, berempati, dan mampu mengendalikan diri dalam pergaulan. Dukungan moral dan kehadiran aktif para orang tua menunjukkan bahwa program ini tidak bergerak sendiri, melainkan menjadi gerakan sosial bersama.

Akhir Agustus menjadi momentum Pelita Jiwa, di mana pengukuran kondisi awal anak dilakukan melalui angket dan kegiatan cerita bergambar. Anak-anak diajak mendengarkan kisah bermoral dan mengungkapkan pendapat mereka terhadap tokoh cerita. Dari sinilah terlihat karakter dasar masing-masing anak: ada yang cenderung emosional, ada yang pemalu, dan ada pula yang belum mampu membedakan sikap baik dan kurang baik. Tahap ini menjadi penting agar perkembangan anak dapat terukur secara objektif pada akhir program.

Perjalanan program kemudian mencapai puncaknya sepanjang bulan September melalui Pelita Bangsa, yang menjadi inti dari keseluruhan rangkaian. Pada tahap ini, kegiatan berlangsung intensif, melibatkan anak-anak dan orang tua secara bersamaan. Dalam workshop PARENTing (Pahami, Asah, Respons, Empati, Nyatakan, Tumbuhkan), para orang tua dilatih memahami pola asuh berbasis empati dan komunikasi positif, menggantikan pola nasihat keras yang selama ini dianggap lazim. Sementara itu, anak-anak mengikuti kegiatan Anak Berkisah, Pelangi Anak, dan Tunas Aksara. Mereka diajak menulis cerita pendek, menceritakannya di depan teman dan orang tua, serta bermain permainan edukatif yang mengajarkan kerja sama dan kejujuran. Beberapa anak yang semula takut berbicara mulai berani menyampaikan gagasan, bahkan menulis kisah tentang persahabatan, kejujuran, dan penyesalan atas kesalahan kecik yang pernah mereka lakukan.

Tahap akhir program, Pelita Aksara, berlangsung pada awal Oktober. Anak-anak dan orang tua mengikuti sesi refleksi dan evaluasi. Mereka diminta menceritakan pengalaman dan perubahan yang dirasakan. Tak sedikit orang tua yang menyampaikan bahwa anak mereka mulai mengurangi ucapan kasar, mulai gemar membaca cerita, atau menunjukkan kebiasaan baru seperti mengucapkan maaf dan terima kasih secara tulus. Tim pelaksana menyimpulkan bahwa sastra, dengan kesederhanaannya, mampu menjadi cermin bagi hati anak.

Lebih dari sekadar serangkaian kegiatan, Program Pelita Aksara Pelangi Anak menanamkan keyakinan bahwa karakter tidak dibentuk melalui perintah, melainkan melalui teladan, cerita, dan dialog rutin. Program ini tidak ingin berhenti sebagai agenda sementara, tetapi menjadi inspirasi bagi lahirnya komunitas literasi anak di Trimulyo yaitu Pelita Muda. Tim pelaksana berharap agar Karang Taruna dan masyarakat terus melanjutkan kegiatan sederhana seperti pojok baca, kelas dongeng bulanan, atau lomba cerita rakyat.

Kelak, program ini tidak hanya dikenang sebagai kegiatan pengabdian masyarakat oleh mahasiswa saja, tetapi juga sebagai pelita yang pernah dinyalakan di hati anak-anak Trimulyo. Pelita yang kecil namun bercahaya; pelita yang mungkin tidak memadamkan gelap sepenuhnya, tetapi cukup untuk menunjukkan jalan pulang pada generasi masa depan. Karena dari kata lahir cerita, dari cerita tumbuh karakter – itulah Pelita Aksara. 

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *