Korupsi Pengadaan Barang Dan Jasa Di Pemerintah Daerah: Pembelajaran Dari Kasus PDAM Makassar

(Oleh : M.Akbar Rilda, Mahasiswa Prodi Hukum UPN Bukittinggi)

Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di pemerintahan daerah merupakan salah satu bentuk korupsi yang paling merugikan negara dan menghambat pembangunan. Proses pengadaan barang dan jasa sering melibatkan anggaran publik yang besar sehingga menjadi peluang besar bagi oknum menyalahgunakan wewenang demi keuntungan pribadi. Kasus korupsi yang terjadi pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar menjadi salah satu contoh konkret yang menarik perhatian masyarakat dan penegak hukum karena skala dan modusnya yang kompleks.

Kasus ini memberikan gambaran nyata tentang bagaimana penyalahgunaan kekuasaan dalam pengadaan dapat merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah dan sekaligus membuka pelajaran penting terkait pencegahan korupsi dan penguatan tata kelola pemerintahan daerah. Artikel ini akan membahas secara terperinci kasus tersebut, faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, dampaknya, serta upaya-upaya pencegahan yang dapat diterapkan berdasarkan studi literatur dan audit resmi.

Dengan konteks ini, artikel ini akan membahas  secara mendalam tentang kasus korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di pemerintah daerah, khususnya yang terjadi di PDAM Makassar. Kasus ini melibatkan praktik mark up harga proyek dan kolusi antara pejabat daerah dengan kontraktor, yang menyebabkan kerugian negara hingga puluhan miliar rupiah. Artikel juga menguraikan faktor-faktor penyebab korupsi, seperti monopoli kekuasaan pejabat, kesempatan yang luas tanpa pengawasan memadai, serta budaya birokrasi yang tidak transparan dan tidak akuntabel.

PDAM Makassar sebagai penyedia layanan air bersih bagi masyarakat memiliki peranan vital dalam kehidupan sehari-hari. Namun, dalam proyek pengadaan instalasi pengolahan air dan perbaikan sistem distribusi, terjadi praktek korupsi yang melibatkan mantan Wali Kota Makassar dan beberapa pejabat serta kontraktor swasta. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ilham Arief Sirajuddin dan Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar, Hengky Widjaja, sebagai tersangka kasus korupsi yang merugikan negara sekitar Rp 38 miliar berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Modus korupsi dalam kasus ini meliputi mark up harga proyek, kolusi dalam proses pengadaan, serta pemalsuan dokumen tender. Praktik penggelembungan harga dan rekayasa tender tersebut menyebabkan pemborosan anggaran yang seharusnya bisa digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas layanan air minum bagi masyarakat.

Faktor Penyebab Korupsi

Menurut teori yang dikemukakan Klitgaard (1998), korupsi muncul dari tiga faktor utama: monopoli kekuasaan, kesempatan yang luas, dan kurangnya pengawasan. Dalam kasus PDAM Makassar, pejabat memiliki otoritas penuh tanpa kontrol memadai terhadap proses pengadaan barang dan jasa. Penelitian empiris di berbagai daerah termasuk Makassar menunjukkan bahwa lemahnya pengawasan internal dan eksternal menjadi celah bagi tindak korupsi. Aspek yuridis yang kurang tegas, struktur birokrasi yang tidak transparan, serta budaya kerja yang permisif terhadap praktik korupsi turut memperparah masalah ini (Sartika & Hidayat, 2020). Teknologi informasi dalam proses pengadaan barang dan jasa juga belum digunakan secara optimal, sehingga memudahkan manipulasi data dan proses tender konvensional yang rawan mark up harga dan kolusi.

Dampak Korupsi pada Pemerintah Daerah dan Masyarakat

Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa tidak hanya menyebabkan kerugian finansial negara, tetapi juga berdampak luas pada kualitas pelayanan publik. Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur atau meningkatkan layanan menjadi berkurang, sehingga memperlambat pembangunan daerah. Lebih jauh, korupsi ini menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah dan meningkatkan ketimpangan sosial-ekonomi. Masyarakat mengalami kesulitan dalam memperoleh layanan publik yang layak dan akhirnya memunculkan ketidakpuasan sosial.

Upaya Pencegahan dan Solusi

Kasus PDAM Makassar menjadi pelajaran berharga untuk pemerintah daerah lainnya agar memperketat pengawasan dan tata kelola pengadaan barang dan jasa. Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan adalah:

  1. Transparansi dan Akuntabilitas: Menerapkan sistem e-procurement yang terbuka dan mudah diakses publik guna mengurangi manipulasi dalam proses tender dan mempermudah pengawasan.
  2. Penguatan Pengawasan: Meningkatkan peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Inspektorat Daerah, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan audit dan pengawasan rutin terhadap proyek-proyek daerah.
  3. Penegakan Hukum Tegas: Memberikan sanksi hukum berat bagi pelaku korupsi secara konsisten agar memberikan efek jera.
  4. Peningkatan Kapasitas SDM: Meningkatkan integritas dan kapasitas sumber daya manusia dalam birokrasi pemerintahan melalui pendidikan antikorupsi dan pelatihan tata kelola pengadaan.
  5. Budaya Antikorupsi: Membangun budaya kerja yang transparan dan akuntabel agar praktik korupsi tidak lagi mendapat tempat dalam pemerintahan daerah.

Korupsi pengadaan barang dan jasa di pemerintahan daerah, sebagaimana terlihat dari kasus PDAM Makassar, merupakan salah satu masalah serius yang menghambat pembangunan dan merugikan negara hingga miliaran rupiah. Pemicu utama korupsi adalah lemahnya pengawasan, penyalahgunaan kewenangan, dan budaya birokrasi yang tidak transparan. Dampaknya bukan hanya kerugian finansial, tetapi juga menurunnya kualitas pelayanan publik dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Oleh karena itu, pencegahan korupsi harus dilakukan secara holistik dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, aparat penegak hukum, sektor swasta, hingga masyarakat sebagai pengawas sosial.

Selanjutnya, penerapan teknologi informasi dalam pengadaan barang dan jasa memiliki peran strategis untuk meningkatkan transparansi dan memudahkan audit, sehingga mencegah peluang korupsi sejak dini. Selain aspek teknis, penguatan budaya antikorupsi dalam birokrasi sebagai bagian dari reformasi birokrasi sangat penting agar nilai integritas dan akuntabilitas menjadi bagian yang melekat dalam pelaksanaan tugas pemerintahan daerah.

Dengan komitmen kuat dan sinergi antar lembaga serta dukungan masyarakat, kasus PDAM Makassar dapat menjadi momentum bagi pemerintah daerah lain untuk memperbaiki tata kelola pengadaan barang dan jasa demi mewujudkan pemerintahan yang bersih, efektif, dan berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat.

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *