Tidak Sepaham, Praktik Adat Merariq Di Lombok Tidak Sejalan Dengan Undang – Undang Perkawinan

(Oleh : Nadya Oktaria Putri, S.H.)

            Baru-baru ini telah viral pernikahan sepasang pengantin anak di Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat di media sosial. Ironisnya, Pernikahan anak ini seakan dirayakan oleh masyarakat setempat seakan hal tersebut sudah dianggap normal. Pelaku pernikahan anak di Lombok tengah ini berinisial R ( 16 ) dan Y yang dikabarkan baru saja menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya.

Pernikahan anak di Lombok tengah ini tidak hanya disebabkan oleh faktor dari pasangan anak  saja. Namun, juga disebabkan tuntutan adat Lombok yaitu merariq. Praktik adat merariq adalah praktik adat di Lombok yang mana laki – laki dan perempuan wajib dinikahkan apabila pasangan tersebut sudah pernah kabur berdua dari rumah atau tertangkap basah berduaan dengan yang bukan mahramnya. Hal inilah yang juga menjadi penyebab R dan Y harus dinikahkan. Lantas, apakah praktik adat ini dibenarkan ?.

Perihal perkawinan di Indonesia telah diatur dalam Undang – undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan atas Undang – undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Undang – undang Perkawinan menjelaskan bahwa batas usia minimal untuk pria dan wanita melakukan perkawinan adalah 19 Tahun. Berdasarkan Undang – undang tersebut menegaskan pria dan wanita dianggap dewasa dan cakap hukum ketika sudah berusia minimal 19 Tahun.

Tujuan dari adanya aturan usia minimal perkawinan ini adalah untuk menghapuskan praktik pernikahan din dan melindungi hak dan kewajiban anak – anak di Indonesia. Namun, Undang – undang perkawinan juga menjelaskan pasangan dapat mengajukan dispensasi nikah ke pengadilan jika memenuhi syarat  syarat tertentu.

Singkatnya dispensasi nikah adalah permohonan yang diajukan oleh pihak yang ingin menikah dibawah usia 19 tahun kepada pengadilan agama untuk diizinkan menikah tidak hanya secara agama namun juga Negara. Dispensasi nikah bisa diperoleh dengan syarat persetujuan orang tua kedua belah pihak dan dalam keadaan terdesak. Namun, adanya dispensasi nikah ini bukan berarti Negara meng-iya-kan pernikahan anak.

Kejadian yang terjadi di Lombok tengah adalah tuntutan adat merariq yang sepatutnya tidak dipraktekkan lagi di era sekarang ini. Adanya praktik adat merariq menjadi salah satu factor yang menyebabkan provinsi NTB menjadi provinsi dengan pernikahan anak tertinggi di Indonesia. Pernikahan anak tidak dibenarkan dari segi apapun dikarenakan pasangan tersebut belum siap secara mental dan fisiknya. Pernikahan bukan hanya sekedar ijab qobul atau ikatan janji suci kedua insan. Namun, ada tanggung jawab yang luar biasa didalamnya.

Pria dan wanita berusia dibawah 19 tahun yang belum cakap hukum dan dewasa tidak dibenarkan menikah. Para pemerhati anak Indonesia dari Lembaga Perlindungan anak menyebut pernikahan anak adlaah awal penderitaan anak. Lantas, siapa yang patut disalahkan atas terjadinya pernikahan anak ini?.

Pihak yang patut dimintakan pertanggungjawaban atas masalah ini adalah kedua orang tua dan pemangku adat setempat. Apa yang dipikirkan oleh orang tua ketika menikahkan anak – anaknya yang bahkan mengurus diri sendiri saja belum bisa ?. dan mengapa pemangku adat tetap mewajibkan praktiq adat seperti ini di era setiap anak wajib mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang layak yang dijamin oleh Negara.

Pernikahan anak harus segera dihentikan praktiknya di Indonesia. Anak adalah aset bangsa yang patut dijaga terlepas bagaimana langkah dan proses yang mereka ambil dalam perjalanan menuju dewasa. Andil orang tua dan lingkungan berperan penting di dalamnya. Tidak lupa, Negara dengan segala kebijakan dalam setiap peraturannnya harus melindungi hak dan kewajiban setiap anak.

Sepatutnya, hapuskan dispensasi nikah dan tingkatnya peluang kemudahan dalam pendidikan untuk anak serta hentikan segala praktik tidak berguna yang mengancam hak dan kewajibab anak sekalipun itu berasal dari ketentuan hukum adat.

 

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id Indonesian